Mendidik Anak di Era Digital untuk Menciptakan Generasi Potensial


Pola asuh didik orangtua kita memang efektif untuk diterapkan pada anak-anak masa itu. Namun, kita juga harus menyadari kalau zaman telah berubah. Percepatan perubahannya pun ngebut sekali sehingga mau tidak mau, orangtua zaman sekarang musti pintar-pintar beradaptasi." - Mona Ratuliu, Artis dan Ibu
3 anak.

Zaman telah berubah. Dulu orangtua kita mendidik dan mengasuh anaknya tanpa perlu ikut talkshow atau seminar parenting. Nggak perlu juga baca-baca buku maupun browsing bagaimana caranya mendidik anak. Tapi anak-anaknya banyak yang sukses dan membanggakan. Padahal, anak-anak itu dulu dididik dan diasuh dengan ilmu yang seadanya. Ilmu yang diwarisi turun temurun dari pendahulu. 

Bagaimana dengan zaman sekarang? Apakah bisa orangtua zaman sekarang mendidik anak seperti metode orangtua kita dulu? Faktanya tidak 100%!. 

Karena faktanya, setiap generasi memiliki zaman di mana ketertarikan, karakteristik dan tuntutan yang berbeda. Dulu, menerapkan pengasuhan dengan ilmu seadanya nggak masalah. Tapi di zaman sekarang, kita sebagai orangtua perlu mendidik dan mengasuh anak dengan metode yang sesuai zamannya. 

Anak zaman sekarang atau yang familiar disebut generasi Z, kesehariannya dekat dengan teknologi. Beda dengan kita dulu, yang kalau mau berinteraksi dengan keluarga jauh cuma bisa lewat telepon dan SMS. Sekarang? Tinggal buka aplikasi chatting atau sosial media, lalu beres. Semuanya serba mudah karena kemampuan teknologi yang semakin canggih. 

Generasi Z, dari mereka kecil udah akrab dengan gadget. Terbukti, ada yang dari masih bayi udah punya akun sosial media meski akunnya running by mom. Dan itu menjadi salah satu contoh, bahwa teknologi seperti gadget sangat dekat dengan aktivitas generasi Z. 

Pertanyaan yang paling sering bikin galau ibu-ibu seperti saya adalah, sebenarnya boleh nggak sih anak dikasih gadget? Dari usia berapa mereka boleh dikasih? Berapa jam batas maksimal anak dikasih waktu untuk screentime? Pertanyaan-pertanyaan yang pastinya bikin galau karena kadang realitanya nggak sesuai dengan ekspektasi. 

Misalnya realita bahwa anak-anak usia 2 - 5 tahun memiliki batas waktu maksimal  1 jam/hari untuk screentime dari gadget dan televisi. Tapi ternyata anak bisa lebih dari batas maksimal karena anak memaksa bahkan tantrum kalau dilarang. Pertanyaan selanjutnya, bagaimana solusinya?



Alhamdulillah nih tanggal 31 Agustus kemarin, saya dan teman-teman dari Komunitas Blogger Perempuan berkesempatan menghadiri Mom Blogger Gathering dengan tema "Raising Children in Digital Era" dengan nara sumber Psikolog Elizabeth T Santosa yang bertempat di SIS Bona Vista.


Waah, sebagai ibu yang minim ilmu parenting, saya seneng banget bisa hadir di acara tersebut. Apalagi Speakernya adalah orang yang memang expert di bidangnya. 

Dari penuturan Elizabeth T Santosa di acara kemarin, karakteristik anak generasi Z atau anak yang hidup di era digital seperti sekarang adalah :
  • Memiliki ambisi besar untuk sukses
  • Generasi baru mencintai kepraktisan
  • Berperilaku instan - - > speed
  • Cinta kebebasan
  • Percaya diri 
  • Keinginan besar untuk mendapatkan pengakuan
  • Digital dan teknologi informasi
Berbeda kan dengan karakteristik pada zaman kita dulu? Jadi sebenarnya,  apakah boleh penggunaan gadget pada anak zaman sekarang? Jawabannya boleh!. Asal nggak dilepas begitu aja. Karena bagaimanapun, gadget layaknya pisau yang bermata dua. Bisa memberikan manfaat,  sekaligus bisa juga memberikan mudhorot. 

Solusinya, ada tips keren dari Elizabeth T Santosa tentang penggunaan gadget terutama pada penggunaan layanan internet dan sosial media pada generasi Z. 
  • Penggunaan sosial media tidak diperuntukkan untuk anak usia di bawah 13 tahun. 
  • Aplikasikan peraturan dasar. 
  • Setting privasi dalam sosial media. 
  • Gunakan perangkat lunak yang dapat menyaring website (filtering software). 
  • Tidak menggunakan komputer atau laptop di kamar untuk anak usia di bawah 14 tahun. 
  • Orangtua perlu jeli untuk memperhatikan situs-situs yang sering ia kunjungi dan orang-orang yang sering berinteraksi dengannya. 
  • Orangtua wajib memberikan teladan yang baik dalam bersosial media. 
  • Batasi penggunaan telepon genggam untuk menghindari terjadinya adiksi pada gadget. 
  • Memberitahu anak mengenai sisi negatif dari online. 
  • Ajarkan anak untuk melek teknologi. 

Tanpa kita sadari, internet dan sosial media menjadi daya tarik yang kuat di zaman sekarang. Gadget memang mempunyai dua sisi yang sebenarnya ada sisi manfaat dari penggunaannya, jadi nggak mungkin kita bisa melarang penggunaan gadget untuk anak zaman sekarang secara 100%. Karena banyak konten positif yang bisa dicontoh oleh anak untuk mengasah kreativitas, mempertajam skill, dll yang bisa didapatkan dari gadget melalui internet dan sosial media. Salah satu yang perlu kita lakukan adalah membatasi penggunaannya dengan memberikan waktu khusus untuk anak-anak berinteraksi di dunia nyata tanpa terpapar gadget untuk sementara waktu. 

Btw tema yang diangkat di Mom Blogger Gathering kemarin, sejalan dengan Visi dan Misi Singapore Intercultural School. 

Tampak gedung bagian depan 

Sekedar informasi, Singapore Intercultural School (SIS) adalah jaringan sekolah berbasis Singapore International School yang didirikan pada tahun 1996. Terinspirasi oleh potensi Indonesia dan metodologi Singapura yang terus berkembang, di mana jaringan SIS memberikan kurikulum Singapura, Cambridge, dan IB dalam lingkungan kekeluargaan yang memprioritaskan pembelajaran yang disesuaikan dengan masing-masing individu. 

Para pendidik di SIS memiliki semangat yang tinggi, inspiratif, komunikatif, ramah, kolaboratif dan jeli dalam melihat potensi anak. Selain itu, yang terpenting adalah memiliki pengalaman dan berkualitas tinggi. 

Siswa-siswi di SIS terdiri dari 70% Warga Negara Asing dan 30% warga negara Indonesia. Untuk itu, bahasa utama yang digunakan adalah Bahasa Inggris, Mandarin dan Bahasa Indonesia. 

Untuk mendukung potensi para siswa siswinya, SIS menyediakan fasilitas yang sesuai dengan kebutuhan. Fasilitas yang dirancang dengan teliti untuk lingkungan yang menstimulasi perkembangan anak seperti area yang bermain outdoor dan indoor, dan lingkungan belajar yang aman dan nyaman yang semuanya berteknologi tinggi. 

Ruang belajar 

Kantin





Pendidikan yang tersedia di SIS dimulai dari Preschool, Primary, Secondary, dan Junior College yang semuanya memiliki keunggulan dalam mendukung aktivitas belajar para siswa. 

Singapore Intercultural School berlokasi di Bona Vista (Lebak Bulus), Kelapa Gading dan Pantai Indah Kapuk untuk area Jakarta. Untuk kota lain berlokasi di Cilegon, Medan, Palembang dan Semarang. 

Kegiatan belajar yang diajar oleh pendidik berkualitas dengan rasio siswa terhadap guru lebih rendah, serta didukung fasilitas yang mendukung, diharapkan para siswa dan siswi menjadi anak-anak yang tumbuh dengan potensi dan kemampuan yang memungkinkan anak mencapai cita-citanya. 

Tertarik memasukkan anaknya ke SIS yang berbasis Singapore School ?  Silakan cari tau informasinya lebih lanjut melalui akun Instagramnya @sisbonavista atau bisa juga datang langsung ke Jl. Bona Vista Raya Lebak Bulus Jakarta 12440 Indonesia. 

Salam, 

4 komentar

  1. Selama masih SD anak-anak nggak saya kasih gadget. Kalau sekarang tinggal si bungsu yang masih SD. Sementara kakak-kakaknya yang pegang gadget tetap saya awasi.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya, mba. Bagus kaya gitu sih. Kalau masih SD belum terlalu ngasih manfaat buat anak2.

      Hapus
  2. makasih sahringnya, makin berat ya peran ortu saat ada gadget

    BalasHapus
  3. Sama-sama, mba.

    Iya MasyaAllah, akhirnya kita pun sbg ortunya dituntut untuk melek dalam segala hal.

    BalasHapus

Welcome to my second home, dan terima kasih sudah mampir ke rumah.