Dilema Ibu Rumah Tangga


Apa sih yang diharapkan, ketika kita sebagai seorang wanita memutuskan untuk menempuh pendidikan setingg-tingginya. Biar dapat pekerjaan yang menjanjikan? Atau biar punya tittle keren di belakang nama kita?


Salah satu harapan ketika saya melanjutkan jenjang pendidikan ke perguruan tinggi adalah biar saya dapat pekerjaan yang menjanjikan. Pekerjaan yang pastinya sesuai dengan jurusan pendidikan yang saya ambil, yaitu kebidanan. Meski awalnya ngambil jurusan ini karena arahan dari orangtua, tapi lama kelamaan, saya pun suka menjadi tenaga kesehatan. Pastinya karena saya mendapatkan ilmu baru tentang kesehatan yang sebelumnya belum pernah saya dapatkan karena  saya lulusan sekolah pesantren yang tentunya dasar pendidikan saya berbasis agama.

Baca juga: Moment yang Saya Rindukan saat Jadi Santriwati

Saking sukanya menjadi tenaga kesehatan, setelah lulus kuliah, saya komitmen untuk bekerja sesuai jurusan yang saya ambil walau gajinya kecil untuk ukuran sistem kerja 24 jam. Iya, dulu saya lebih memilih kerja di Bidan Praktek Mandiri dengan sistem kerja 24 jam karena harus stay di sana dengan libur seminggu 3x. Banyak sebenarnya lowongan kerja lain, misal sebagai penjaga apotek ternama dengan gaji lumayan atau klinik umum yang sistem kerjanya shift. Tapi karena bidang saya sebagai penolong persalinan, saya lebih tertarik kerja yang sesuai dengan keahlian saya, walau sebenarnya gaji cuma numpang lewat, ditambah hampir tiap malam selalu bangun karena ada  suara bel yang tandanya ada pasien yang mau berobat atau pasien mau melahirkan yang datang.

Setelah menikah satu tahun setelah lulus kuliah, saya mulai berhenti kerja karena tidak memungkinkan lagi kerja 24 jam. 2 bulan setelah nikah, saya hamil. Padahal saya mau melanjutkan kerja di tempat yang sistem kerjanya shift. Karena dengan berbagai alasan, akhirnya saya memilih tidak melanjutkan kerja sementara waktu. 

Sampai sekarang tahun 2018, profesi saya bukan lagi tenaga kesehatan, tapi seorang ibu. Seorang ibu yang fulltime di rumah mengurus segalanya. Bosen, iri, nyesel, semuanya pernah saya rasakan di bulan-bulan pertama lahiran. Bosen karena sehari-harinya harus begini dan begitu, pengen kerja lagi tapi situasi dan kondisinya benar-benar ga memungkinkan. Iri lihat teman satu kelas dulu pada sibuk kerja, yang artinya ilmu pendidikan yang mereka miliki pasti berguna untuk oranglain. Sempat juga nyesel menikah cepet-cepet yang padahal lagi nyaman di dunia kerja. Saking bapernya saya dulu, saya harus delete contact BBM beberapa temen kuliah yang dikit-dikit bikin status tentang kerjaan mereka. Status-status yang bikin saya baper sebaper-bapernya karena iri, nyesel, dll.

Baca juga: Meruntuhkan Idealisme agar Hidup Bebas Stress

Setelah hampir 2 tahun jadi ibu, makin ke sini pun saya lebih enjoy jalani kehidupan dengan profesi sebagai full-time mother. Malah keinginan saya buat kerja lagi udah hilang begitu aja karena udah terlalu merasa nyaman dengan profesi saat ini, ditambah sekarang udah aktif ngeblog lagi.

Sayang ilmunya? Pastinya sayang banget. Apalagi kuliah jurusan ini harus ditempuh dengan penuh upaya dan usaha yang keras biar lulus tepat waktu. Biarlah embel-embel "bidan" tetap tersemat di bio blog ini. Karena sampai kapan pun saya akan tetap jadi bidan untuk anak saya dan saya sendiri. 


Salam,

2 komentar

  1. Masya Allah ya mba jadi perempuan itu terutama setelah menjadi ibu

    BalasHapus
  2. sempat dilema banget ya mba, doain aku ya mba mudah-mudahan bisa segera jadi ibu juga :)

    BalasHapus

Welcome to my second home, dan terima kasih sudah mampir ke rumah.