My Weaning with Love Story

Bismillah

Assalamu'alaikum, semuanya.

Di tahun 2019 ini udah memasuki bulan April aja, ya. Nggak berasa banget udah mau masuk pertengahan tahun, yang artinya sebentar lagi akhir tahun, lalu welcome 2020. *masihlamawoy wkwkwk.

Btw iklan sirup yang ceritanya to be continued udah berkeliaran di televisi. Artinya apa? Yes, artinya sebentar lagi bulan puasa.

Hayooo, yang masih punya utang puasa tahun lalu segera dibayar, ya. Semakin ditunda mendekati ramadhan, malah semakin berat, lho. Yang nulis pengalaman nih soalnya, hahaha.

Bulan ini udah tanggal tiga, dan di blog ini belum ada postingan sama sekali, wkwkwk. Yaudah saya mau nulis tentang cerita menyapih aja, ya. Semoga ada yang mau baca, hehe

Btw buibu, anaknya disapih usia berapa? Anak saya baru berhenti menyusu di usia 33 bulan. Itu pun berhenti karena self weaning, bukan karena disapih oleh saya.

Sebenarnya sih pengennya dari usia anak 24 bulan udah bisa lepas ASI. Tapi saya nggak tega kalau harus mulai coba sapih anak dari usia di bawah 24 bulan, dengan harapan pas usia 24 bulan bisa langsung berenti menyusu.

Karena ternyata saya keenakan dan belum siap juga untuk memulai menyapih dalam waktu dekat. Akhirnya saya mulai coba sapih anak saat usianya 28 bulan yaitu di bulan November 2018, hehe.

Untuk pertama kali menyapih, metode yang saya pakai adalah, "tidak menawarkan, dan tidak menolak saat anak minta". Tentunya sambil di-sounding juga ya ke anak untuk pelan-pelan mengurangi frekuensi meminta sampai akhirnya berhenti karena anak udah gede misalnya.


Karena saat itu frekuensi menyusunya juga emang udah berkurang banget. Paling dia minta pas mau tidur siang juga malem, dan saat kebangun tengah malem. Maka di luar jam-jam itu, saya udah nggak lagi nawarin anak buat menyusu. Jadi nyusuinnya pas dia minta aja.

Padahal sebelumnya saya sering nawarin duluan saat anak nangis biar cepet diem, atau saat menjelang tidur biar cepet tidur, wkwkwk. Meski ujung-ujungnya nggak jadi tidur juga.

Setelah anak terbiasa dengan metode seperti itu, maka saya ganti metode dengan  "tidur tanpa menyusu". Jadi tiap hari saya sounding untuk tidak menyusu saat mau tidur malam atau siang.

Hari pertama berhasil? Yes, sampai tiga minggu lamanya anak berhasil tidur tanpa menyusu. Tapi, berhasilnya cuma pas mau tidur malem aja. Saat kebangun tengah malem, sampai besok malemnya lagi entah kenapa anak malah minta terus. Kecuali pas mau tidur malem, baru deh nggak minta. 

Btw ada nggak sih yang tipe anaknya, semakin di-sounding untuk berhenti menyusu malah semakin sering frekuensi mintanya?

Nah, kaya gitu tipe anak saya. 

Karena udah tiga minggu tidur malem tanpa nyusu, meski sepanjang hari dia minta terus. Akhirnya saya mau coba untuk nggak kasih saat anak minta. Mau coba tegas gitu kan. 

Baru mau mulai, eh qodarullah anak malah kena cacar air. Dia nggak mau makan sama sekali, yang pada akhirnya saat mau tidur malem pun saya kasih dulu karena kasian. Apalagi nggak ada makanan yang mau dia makan, biar kebutuhan nutrisinya terpenuhi dari ASI meski nggak optimal yang didapat. 

Alhamdulillah sembuh juga setelah empat hari sakit. 

Karena gagal proses menyapih dengan cinta di part 1, pertengahan Desember 2018 saya mulai lagi untuk menyapih. Seperti biasa, sounding sambil praktek untuk nggak kasih saat anak minta.

Apa karena anak belum siap ya untuk disapih, ternyata prosesnya sama aja kaya part satu.  Semakin di-sounding malah semakin gencar mintanya. Dan kali ini, kalau nggak dikasih, malah jadi lebih maksa. Nggak sekalem di part satu. 

Akhirnya saya biarin dulu, dan otomatis gagal di part dua ini.

Menyapih part tiga? Ada! Saya coba beberapa minggu kemudian. 

Memang dasar anaknya belum siap kali, ya. Proses menyapih part tiga sama aja kaya part sebelumnya. 

Kenapa nggak saya paksa aja dengan membiarkannya meski anak nangis-nangis saat minta? Karena namanya juga menyapih dengan cinta, jadi saya maunya menyapih anak bener-bener dengan cinta. Tanpa paksaan, yang bisa bikin anak merasa dilarang, dll. 

Setelah gagal berkali-kali, Alhamdulillah tepat di usia 33 bulan di bulan Maret kemarin, anak saya lulus ASI. Yeay! 

Disapih lagi? Nggak! Tapi anaknya yang menyapih dirinya sendiri. 

Saya terharu dan bangga karena Sultan sendiri yang mengambil keputusan untuk berhenti menyusu. 

Mau tau nggak ceritanya, bagaimana ciri-ciri anak memutuskan self weaning, dan apa aja sih yang bisa kita lakukan untuk memperlancar proses self weaning anak? 

Stay tune, ya. Bakal saya tulis juga di blog ini. Soon tayang. 

Intinya sih, menyapih itu perlu kerja sama antara ibu dan anak. Bukan cuma menunggu kesiapan dan keikhlasan si ibu aja untuk menyapih, tapi juga ada anak yang mentalnya harus dipersiapkan. 

Saat ternyata anak belum siap, please jangan paksa anak dengan membiarkan anak sampe nangis-nangis saat minta. Apalagi memaksa menyapih bukan dengan cinta, seperti dikasih jamu atau apa pun yang pahit biar anak nggak mau nyusu lagi. 

Haduuh, kasian anaknya. 

Nggak perlu terburu-terburu menyapih kalau anak belum siap. Toh, nggak haram dan berdosa juga menyapih anak lebih dari dua tahun. Kandungan ASI nya pun masih bagus untuk tumbuh kembang anak, meski nggak seoptimal sebelumnya. 

Jadi, sebelum menyapih, selalu liat kondisi dan kesiapan anak dulu, ya. 

Salam, 

Tidak ada komentar

Welcome to my second home, dan terima kasih sudah mampir ke rumah.